Kendati semua Fraksi di DPRD Buleleng sepakat untuk meneruskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2022, namun semua fraksi kompak meminta kepada Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana agar lebih intens mengatasi angka kemiskinan yang angkanya lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Hal itu mengemuka dalam pemandangan 4 Fraksi DPRD Buleleng pada Rapat Paripurna DPRD Buleleng, Selasa 4 Juli 2023.
Dalam catatan, persentase penduduk miskin di Buleleng mencapai 6,21 persen atau sebesar 41,680 ribu jiwa dari total jumlah penduduk. Angka itu mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni 6,12 persen atau 40,920 ribu jiwa.
Begitu juga dengan jumlah pengangguran terbuka menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 5,20 persen. Sementara angka pertumbuhan ekonomi berada di angka 3,11 persen.
Sekalipun tidak menyebut angka namun Fraksi Gabungan yang terdriri dari Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Gerinda, dan Fraksi Partai Demokrat Perindo, meminta agar dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, pemerintah sebaiknya menggunakan strategi pembangunan yang diarahkan dengan konsep pembangunan berbasis ekonomi kerakyatan dan konsep pemerataan agar tingkat kesenjangan tidak semakin melebar.
Demikian juga dalam pemandangan umum Fraksi Golkar dengan juru bicara Ketut Dody Tisna Adi, selain memuji keberhasilan pemerintah berhasil mengendalikan tingkat inflasi sebesar 4,36 persen berada di bawah tingkat inflasi provinsi dan nasional yang berujung pada pemberian insentif daerah sebesar Rp 11,4 miliar, soal angka penduduk miskin juga disorot tajam. Golkar meminta agar Pj Bupati Buleleng lebih serius bekerja agar angka miskin di Buleleng dapat ditekan.
“Kami Fraksi Partai Golkar mohon penjelasan terhadap program-program pemerintah daerah yang telah diambil dalam rangka menekan tingginya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Hal ini penting dalam rangka lebih sempurnanya raihan penilaian BPK RI yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” ujarnya.
Begitu juga dengan Fraksi Hanura, melalui juru bicaranya Wayan Teren,SH mengatakan, peningkatan jumlah angka miskin dapat dimaklumi mengingat sebelumnya dilanda pandemic Covid-19. Namun berharap ada pemberian prioritas kepada warga miskin untuk memperoleh akses layanan sosial dan kesehatan.
“Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan bisa menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di suatu wilayah,” katanya.
Sedangkan Fraksi NasDem berpandangan melonjaknya angak kemiskinan berkorelasi dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih low target dalam mematok target.
Melalui jubirnya Nyoman Meliun mengatakan, secara mikro Fraksi NasDem tidak melihat secara detail peningkatan PAD yang disebut low target.Hanya saja Kabupaten Buleleng berada di posisi No 2 tingkat kemiskinan antar kabupaten.
“Kami mendorong pemerintah bersikap realistic dan visioner dalam menargetkan perolahan PAD pada tahun berikutnya,” kata Meliun.
Merespon sorotan itu, Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan naiknya garis kemiskinan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Salah satunya adalah naiknya standar pengukuran garis kemiskinan oleh BPS. Sehingga ada banyak masyarakat yang sebelumnya tidak termasuk masyarakat miskin menjadi masuk dalam kategori masyarakat miskin.
”Orang yang di bawah langsung melompat ke tangga ini kan gak bisa. Kita buktikan nanti 2023 ini saya yakin seyakin – yakinnya itu,” ungkapnya.
Hanya saja menurutnya angka kemiskinan di Buleleng yang mencapai 6,21 persen agak sulit dihapus hanya dalam satu tahun. Apalagi, dalam kondisi ekonomi yang baru mulai kembali pulih setelah pandemi.
“Saya rasa kalau angkanya 6,21 persen agak sulit (mengentaskan) dalam satu tahun ini.Tidak mudah apalagi kita baru sembuh,sulit.Saya harus menyampaikan apa adanya,” ujar Lihadnyana.