LFS (31), Seorang aparatur sipil negara (ASN) di Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diduga menganiaya pacarnya, pegawai honorer berinisial D (33), hingga tuli.
Kuasa hukum D, Stein Siahaan, mengungkapkan bahwa kliennya mengalami tuli ringan setelah dianiaya sebanyak empat kali.
Insiden penganiayaan itu ditengarai karena LFS ketahuan selingkuh dengan wanita panggilan.
“Kasus penganiayaan ini bermula ketika klien kami mendapati LFS memesan wanita panggilan melalui tab pribadinya. Klien kami dan LFS memang memiliki hubungan spesial layaknya pacaran,” kata Stein, Rabu (1/2).
“Ketika (D) meminta klarifikasi perihal tersebut, terlapor (LFS) langsung panik. Dia berusaha membela diri, tapi caranya salah. Dia ada menampar, memukul, dan menendang klien kami,” sambung Stein.
Stein mengatakan, kliennya pertama kali dianiaya pada 2 Januari 2022.
Saat itu, LFS memukul dan menampar D tepat di bagian telinga kiri. Akibatnya, telinga D mengalami pendarahan dan mengeluarkan suara berdenging.
Namun, karena masih mencintai dan menyayangi LFS, D menganggap kekerasan yang dilakukan LFS sebagai angin lalu.
Sayangnya, LFS tidak pernah belajar dari peristiwa pertama. LFS lagi-lagi kedapatan berselingkuh dengan memanggil wanita panggilan dan kembali diketahui oleh D.
D yang terus-menerus mempertanyakan kelakuan buruk sang pacar bukannya mendapat penjelasan, justru kembali dianiaya oleh LFS.
“Klien kami mendapat luka yang cukup parah pada peristiwa penganiayaan yang ketiga. Dia dipukul berkali-kaki di bagian telinga sebelah kiri karena dipicu masalah serupa. Kejadian itu juga menjadi cikal bakal telinga kirinya mengalami tuli ringan,” ujar Stein.
“Puncaknya terjadi pasca-penganiayaan yang keempat. Usai dipukul di bagian yang sama, yaitu telinga kiri, klien kami memutuskan untuk memeriksa kondisi telinganya di rumah sakit. Kemudian, dia didiagnosis mengalami tuli ringan,” tambah dia.
Setelah dianiaya untuk kedua kalinya, D sebenarnya sudah memiliki tekad untuk melaporkan sang pacar kepada pihak berwajib.
Namun, sesampainya di Markas Polres Metro Jakarta Pusat, D tiba-tiba mengurungkan niatnya.
Padahal, D sudah difasilitasi dan mendapat surat visum.
“Saya tidak tahu apakah dia dihubungi terlapor atau bagaimana, tapi yang jelas saat itu klien kami mengurungkan niatnya untuk membuat laporan. Kebetulan waktu itu juga kami belum mendampingi. Jadi ada banyak kemungkinan adanya faktor eksternal yang membuat dia membatalkan laporan,” papar Stein.
D akhirnya baru benar-benar melaporkan LFS ke kepolisian pada Mei 2022.
D membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat dengan nomor LP/B/1088/V/2022/SPKT/Polres Metro Jakpus/Polda Metro Jaya.
Setelah dilaporkan, LFS dengan segala bujuk rayunya mencoba meminta D mencabut laporan tersebut.
Menurut Stein, LFS bahkan memainkan kondisi psikologis D yang sangat mencintainya. Lambat laun, D akhirnya luluh dan mencabut laporan.
Dalam kasus yang baru memasuki tahap penyelidikan itu, D akhirnya mengajukan restorative justice.
D beralasan sudah berdamai dengan LFS dan terlapor bersedia menanggung semua ganti rugi, termasuk biaya rumah sakit yang selama ini ditanggung secara pribadi oleh D.
Namun, pada akhirnya D tidak pernah memperoleh janji manis yang dilontarkan LFS.
LFS justru menghilang sejak tiga bulan terakhir.
Karena itu, Stein mewakili D berencana mengirim surat kepada Kemendagri agar kasus ini diselidiki di internal kementerian.
D juga mempertimbangkan menempuh jalur hukum lagi.
“Setelah hari ini, kami akan bersurat ke Mendagri Tito Karnavian langsung, kami akan CC ke dirjennya, supaya mereka mengawal atau memeriksa dari sisi internal,” kata Stein.